Kamis, 23 Mei 2013

PERUBAHAN MAKNA


PERUBAHAN MAKNA

Makna suatu bahasa dapat mengalami perubahan yang disebabkan oleh berbagai faktor oleh pemakai bahasa tersebut. Perubahan makna mencakup perluasan, pembatasan, pelemahan, pengaburan, dan pergeseran makna yang tampak di dalam pengunaan bahasa. Menurut Manaf (2010:106), perubahan makna adalah berubahnya makna suatu leksem atau satuan leksikal. Perubahan makna tersebut dapat berupa perubahan konsep dan atau perubahan nilai rasa.
  
1.      Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Perubahan Makna
Dalam hal mengenai perubahan makna, Chaer (2012:311) menyatakan bahwa secara sinkronis, makna sebuah kata atau leksem tidak akan berubah, tetapi secara diakronis terdapat kemungkinan makna tersebut dapat berubah. Artinya, dalam waktu yang relatif singkat, makna sebuah kata akan tetap sama, tidak berubah, tetapi dalam waktu yang relatif lama, terdapat kemungkinan makna sebuah kata tersebut akan berubah. Perubahan tersebut tidak berlaku untuk semua kosakata yang terdapat dalam sebuah bahasa, melainkan hanya terjadi pada sejumlah kata saja. Menurut Manaf (2010:107—111), faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan makna pada sebuah kata ialah sebagai berikut.
a.    Perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi. Adanya perkembangan konsep keilmuan dan teknologi dapat menyebabkan kata yang pada mulanya bermakna A menjadi bermakna B atau bermakna C. Misalnya, kata sastra dan berlayar.
b.    Perkembangan sosial budaya. Perkembangan dalam masyarakat yang berkenaan dengan sikap sosial dan budaya, juga menyebabkan terjadinya perubahan makna. Misalnya, kata saudara, tuan, dan sarjana.
c.    Perkembangan pemakaian kata. Setiap bidang kegiatan atau keilmuan biasanya mempunyai sejumlah kosakata yang berkenaan dengan bidang tersebut. Misalnya, dalam bidang pertanian ditemukan kosakata seperti menggarap, menuai, pupuk, hama, dan panen; dalam bidang agama Islam terdapat kosakata seperti imam, khatib, puasa, zakat; dan dalam bidang pelayaran ada kosakata berlabuh, berlayar, haluan, nahkoda, buritan. Kosakata yang pada mulanya hanya digunakan pada bidang-bidang tersebut, dalam perkembangan kemudian juga digunakan dalam bidang-bidang lain, dengan makna baru atau agak lain dengan makna aslinya. Misalnya, kata menggarap dari bidang pertanian digunakan juga umtuk bidang lain dengan makna mengerjakan/membuat, seperti menggarap skripsi, menggarap naskah drama, menggarap rancangan undang-undang lalu lintas. Kata membajak yang berasal dari bidang pertanian, kini sudah biasa digunakan dalam bidang lain dengan makna mencari keuntungan yang besar secara tidak benar, seperti membajak buku, membajak lagu, membajak pesawat terbang. Kata jurusan yang berasal dari bidang lalu lintas kini juga digunakan dalam bidang pendidikan dengan makna bidang studi/vakultas, seperti jurusan bahasa asing, jurusan hukum perdata, dan jurusan ekonomi pembangunan.
d.   Pertukaran tanggapan indra. Alat indra manusia yang terdiri dari lima jenis mempunyai fungsi masing-masing untuk menangkap gejala-gejala yang terjadi di dunia. Namun, dalam perkembangan pemakaian bahasa banyak terjadi pertukaran pemakaian alat indra untuk menangkap gejala yang terjadi di sekitar manusia tersebut. Misalnya, rasa pedas yang seharusnya ditanggap oleh indra persa lidah menjadi ditanggap oleh alat pendengar telinga, seperti kata-katanya pedas; kata manis yang seharusnya ditanggap oleh alat perasa lidah menjadi ditanggap dengan alat indra mata, seperti wajahnya sangat manis. Perubahan tanggapan indra ini disebut sinestesia. Contoh lainnya seperti warnanya teduh, suaranya berat sekali, kedengarannya memang nikmat, lukisan itu ramai sekali, tingkah lakunya sangat kasar.
e.    Adanya asosiasi. Asosiasi ialah adanya hubungan antara sebuah bentuk ujaran dengan sesuatu yang lain berkenaan dengan bentuk ujaran tersebut, sehingga bila disebut ujaran tersebut maka yang dimaksud ialah sesuatu yang lain yang berkenaan dengan ujaran tersebut. Misalnya, kata amplop yang sebenarnya bermakna sampul surat, tetapi amplop dalam kalimat ”Supaya urusan cepat beres, beri saja amplop” bermakna uang sogok. Contoh lain ialah berupa hubungan waktu dengan kejadian, seperti memeriahkan perayaan 17 Agustus. Kata 17 Agustus pada kalimat tersebut berasosiasi dengan hari kemerdekaan.
f.     Proses gramatikal. Proses gramatikal juga dapat mengakibatkan perubahan makna. Perubahan makna yang diakibatkan oleh proses gramatikal misalnya, leksem makan mengalami perubahan makna setelah mendapatkan afiks me-, ter-, dan –an, leksem makan menjadi memakan, termakan, dan makanan. Leksem memakan berarti memasukkan makanan ke mulut, mengunyah, lalu menelannya; leksem termakan artinya makan secara tidak sengaja; dan leksem makanan artinya benda yang dapat dimakan.
g.    Pengembangan istilah. Misalnya, leksem pantau semula bermakna sejenis ikan yang suka melayang-layang di air, seperti dalam kalimat ”Ikan pantau banyak kita temukan di air jernih” setelah digunakan sebagai istilah di bidang birokrasi, leksem pantau bermakna mengawasi, seperti dalam kalimat ”Menteri Sosial sedang memantau penyaluran sembako kepada masyarakat yang tertimpa bencana alam”.

Senada dengan hal tersebut, Rahardi (2006:70) menyatakan bahwa cukup banyak faktor yang dapat dianggap sebagai sosok yang menyebabkan terjadinya perubahan makna. Pertama, faktor kadar kedekatan relasi bahasa dengan masyarakat pemiliknya dan sosok kebudayaan yang menjadi wadahnya. Kedua, faktor yang berupa dorongan internal bahasa yang bersangkutan untuk menggunakan kata-kata atau istilah di dalam tertentu sesuai dengan tuntutan zaman. Ketiga, faktor kebutuhan dari para pengguna bahasa itu sendiri untuk bergengsi-gengsi atau menyombongkan diri, yang pada akhirnya justru dapat melahirkan banyak kata yang dipungut dari bahasa daerah atau bahasa asing. 
Ramadansyah (2010:22) menyatakan bahwa makna suatu kata dapat berubah. Perubahan tersebut disebabkan oleh beberapa hal, yaitu (a) peristiwa ketatabahasaan, misalnya kata makan, akibat adanya peristiwa ketatabahasaan ditemui kata makanan, pemakan, makan-makan, makan biaya, makan besar, makan suap, dan sebagainya; (b) perubahan waktu, misalnya dulu kata sarjana bermakna orang yang pandai dan terpandang, tetapi kini, untuk orang yang lulus perguruan tinggi; (c) perbedaan tempat, misalnya kata butuh di Jawa bermakna perlu, sedangkan di Kalimantan Timur bermakna kemaluan laki-laki; (d) perbedaan lingkungan, misalnya kata jurusan di lingkungan lalu lintas bermakna arah tujuan, di lingkungan pendidikan bermakna bagian jurusan, di lingkungan olahraga bermakna bagian sikap badan; dan (e) perubahan konotasi.

2.      Jenis-jenis Perubahan Makna
Menurut Chaer (2009:140—144), perubahan makna kata secara umum terdiri dari beberapa jenis. Jenis-jenis tersebut ialah sebagai berikut.
a.    Meluas, yaitu gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah makna, tetapi kemudian karena berbagai faktor, menjadi memiliki makna-makna lain. Misalnya, kata saudara, kakak, ibu, adik, bapak, mencetak, dan lain-lain.
b.    Menyempit, yaitu gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja. Misalnya, kata sarjana, ahli, pendeta, dan sebagainya.
c.    Perubahan total, artinya berubah sama sekali makna sebuah kata dari makna aslinya. Memang terdapat kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih memiliki sangkut paut dengan makna asliny, tetapi sangkut paut tersebut sudah jauh sekali. Misalnya, kata ceramah, seni, pena, canggih, dan sebagainya.
d.   Penghalusan (Amelioratif), yaitu gejala yang ditampilkan oleh suatu leksem atau satuan bahasa dianggap memiliki makna yang lebih halus atau lebih sopan pada saat ini daripada makna satuan bahasa tersebut dahulu. Misalnya, lembaga pemasyarakatan, pemutusan hubungan kerja, dan sebagainya.
e.    Pengasaran (Peyoratif), artinya usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya dilakukan dalam situasi yang tidak ramah atau untuk menunjukkan kejengkelan. Misalnya, mencaplok, mendepak, menggondol, dan sebagainya.

Menurut Chaer dan Leonie Agustina (1995:186), perubahan semantik yang paling sering terjadi adalah berupa perubahan pada makna butir-butir leksikal yang mungkin meluas, menyempit, atau berubah total. Hal senada juga diungkapkan oleh Ramadansyah (2010:22—23) yang menyatakan bahwa perubahan makna pada leksikon sebuah bahasa dapat terjadi karena proses sebagai berikut. Pertama, meluas (generalisasi), apabila cakupan makna sekarang lebih luas daripada yang lama, misalnya berlayar, bapak, saudara, putra. Kedua, menyempit (spesialisasi), apabila cakupan makna sekarang lebih sempit daripada makna yang lama, misalnya pendeta, sarjana, madrasah. Ketiga, peninggian makna (amelioratif), apabila arti baru dirasakan lebih baik daripada makna yang lama, misalnya wanita (dulu: perempuan); Bung (dulu: panggilan kepada lelaki, kini: panggilan kepada pimpinan/tokoh). Keempat, penurunan makna (peyoratif), apabila arti baru dirasakan lebih rendah dari arti yang dulu, misalnya, bini lebih rendah dari istri/nyonya, bunting lebih rendah daripada hamil. Kelima, pertukaran (sinestesia), apabila terjadi perubahan makna akibat pertukaran indra yang berlainan, misalnya namanya harum, suaranya halus, rupanya manis, kata-katanya pedas. Keenam, persamaan (asosiasi), apabila terjadi perubahan makna karena persamaan sifat, misalnya amplop bermakna uang sogok, bunga kembang bermakna gadis cantik, mencatut bermakna mencari keuntungan. Jadi berkaitan dengan makna kias.

3.      Analisis Contoh Perubahan Makna
1.    Meluas
a.         Kata papan yang semula hanya bermakna belahan pipih dari sebilah kayu, seperti pada kalimat ”Ayah memotong sebilah papan kemarin sore”, sekarang sudah meluas maknanya menjadi perumahan, seperti pada kalimat ”Manusia memerlukan sandang, pangan, dan papan”.
b.        Kata baju yang pada mulanya hanya bermakna pakaian sebelah atas dari pinggang sampai ke bahu, seperti dalam ungkapan baju batik, dan baju lengan panjang, tetapi dalam kalimat ”Murid-murid itu memakai bau seragam”, makna kata baju telah meluas menjadi benda yang bukan hanya baju, tetapi juga celana, sepatu, dasi, dan topi. Demikian juga dengan baju dinas, baju olah raga, dan baju militer.
c.         Kata saudara yang pada mulanya hanya bermakna keluarga seperut atau orang yang lahir dari kandungan yang sama, seperti dalam kalimat ”Orang yang sedang berdiri di depan rumah itu adalah saudara kandungku”, tetapi dalam kalimat ”Surat saudara sudah kami baca; jawabannya tunggu saja di rumah”, makna kata saudara telah meluas menjadi kata saapan yang sederajat, baik usia maupun kedudukan sosial.
d.        Kata berlayar dahulunya bermakna melakukan perjalanan dengan kapal atau perahu yang digerakkan oleh tenaga layar. Namun, meskipun tenaga penggerak kapal sudah diganti dengan mesin uap, mesin diesel, mesin turbo, tetapi kata berlayar masih tetap digunakan untuk menyebut perjalanan di air.
e.         Kata putera dan puteri dahulu hanya dipakai untuk anak-anak raja, sekarang semua anak lak-laki dan wanita disebut sebagai putera dan puteri, seperti pada kalimat ”Pesawat ini merupakan hasil karya dari putera-puteri Indonesia”.
f.         Kata kepala dahulu dihubungkan dengan bagian badan sebelah atas atau tempat otak. Sekarang, makna kata kepala telah melaus, sehingga lahirlah urutan kata kepala sekolah, kepala rumah sakit, kepala kejaksaan, kepala pemerintahan. Makna kepala sekolah yaitu orang yang mempunyai jabatan tertinggi pada sebuah sekolah.
g.        Kata kemudi dahulu dihubungkan dengan alat untuk menjaga kelurusan jalannya perhau atau kapal di perairan. Kini, muncul urutan kata mengemudikan perusahaan, mengemudikan pesawat, mengemudikan negara.
h.        Kata benih dahulu dihubungkan dengan bibit, misalnya benih padi. Jadi, berhubungan dengan pertanian. Kini, muncul urutan kata benih perkara, benih persengketaan. Kata benih dalam hal ini tidak berhubungan lagi dengan pertanian, tetapi bermakna pangkal/sumber.
i.          Kata haluan dahulu bermakna bagian depan kapal atau perahu yang menagcu pada arah. Kini, muncul urutan kata garis-garis besar haluan negara, berhaluan ekstrem, berhaluan kiri. kata haluan pada konteks tersebut bermkna aliran atau paham seseorang, paham yang diperjuangkan.
j.          Kata jurusan dahulu lebih banyak dihubungkan dengan arah perjalanan, misalnya jurusan Grogol, jurusan Tanah Abang. Kini, muncul urutan kata jurusan bahasa, jurusan teknik. Dalam hal ini, kata jurusan lebih mengacu pada spesialisasi atau bagian disiplin ilmu yang ditekuni. Terlihat di sini bahwa kata jurusan sudah mengalami perluasan makna, yaitu dari arah menjadi bidang atau spesialisasi.
k.        Kata kawat dahulu dihubungkan dengan benda yang seurat yang terbuat dari logam. Kini, muncul istilah mengirim kawat, mengawatkan, yang bermakna mengirim berita melalui kantor telekomunikasi, sperti pada kalimat ”Segera kawatkan meninggalknya ayah kepadanya”. Di sini tampak bahwa makna kata kawat telah meluas.
l.          Kata anak biasanya dihubungkan dengan turunan setelah ibu dan ayah. Kini, muncul urutan kata anak kunci, anak sungai, anak sekolah, anak bab. Urutan kata tersebut tidak dapat diterangkan secara biologis, sebab secara biologis, bab, kunci, sekolah, sungai, tidak mungkin akan beranak. Demikian pula dengan pengunaan kata awak yang dahulu bermakna diri sendiri, kini telah muncul urutan kata awak pesawat, awak bus, awak kereta api, awak kapal. Ungkapan ini bermakna seseorang yang bekerja pada pesawat, bus, kereta api, dan kapal.
m.      Kata kunci biasanya dihubungkan dengan alat untuk mengunci rumah, peti. Kini, muncul urutan kata juru kunci, kunci jawaban, kunci perdamaian, kunci keberhasilan. Urutan kata mengunci rumah mengacu kepada kegiatan menutup dan membuka rumah dengan kunci. Kunci keberhasilan mengacu pada kegiatan utama, kegiatan agar kita berhasil di dalam suatu usaha. Tampak di sini, hubungan maknanya tetap ada, meskipun makna kata kunci telah meluas.
n.        Kata lahir biasanya dihubungkan dengan proses biologis, keluarnya bayi dari kandungan ibu. Kini, telah muncul urutan kata ia melahirkan kata-kata, telah lahir tunas bangsa, lahir gol pertama. Terlihat di sini hubungan makna yang berkaitan dengan proses, meskipun maknanya telah meluas.
o.        Kata kandungan biasanya dikaitkan dengan bayi yang dikandung ibu di dalam perutnya. Kini, muncul urutan kata persoalan itu mengandung dua hal ini; apa yang terkandung di dalam hatinya sulit diterka. Kata ini mengandung makna leksikal yang berarti yang berada di dalam.
p.        Kata mencetak pada mulanya hanya digunakan pada bidang penerbitan buku, majalah, atau koran, tetapi kemudian maknanya menjadi meluas seperti dalam kalimat ”Persija tidak berhasil mencetak satu gol pun; Pemerintah akan mencetak sawah-sawah baru; Kabarnya dokter dapat mencetak uang dengan mudah”. Kata mencetak dalam kalimat-kalima tersebut bermakna membuat, menghasilkan, memperoleh, mencari, atau mengumpulkan.
q.        Kata target yang berarti sasaran, dahulu bermakna sinar yang ada di sekeliling perisai, maupun struktur yang menyerupai perisai, ditandai dengan lingkaran-lingkaran yang makin memusat, dan dibuat khusus untuk latihan menembak. Namun sekarang seperti dalam kalimat ”Penghasilan tahun ini harus melebihi dari target yang telah ditetapkan”. Makna target pada kalimat tersebut sudah meluas, tidak lagi hanya sekadar hal yang digunakan untuk latihan menembak, tetapi bermakna sesuatu yang harus dicapai.
r.          Kata songsong/menyongsong dahulu memiliki makna menyambut dengan payung kebesaran. Sekarang terdapat ungkapan menyongsong tamu, menyongsong hari raya, menyongsong masa depan, menyongsong musuh, menyongsong musim hujan. Makna kata menyongsong sekarang ini sudah melusa. Tidak harus dengan menggunakan payung kebesaran lagi.
s.         Kata jago yang semula hanya bermakna ayam jantan yang sudah dewasa, yang biasanya diadu dalam suatu aduan atau sabung ayam, sudah mengalami perluasan makna. Sekarang, kata ini bermakna sesuatu yang diharapkan menang dalam suatu pertandingan. Tidak hanya pada adu ayam, juga pada adu jangkrik, balapan kuda, balap sepeda motor/mobil, bahkan pada olahraga yang dilakukan manusia, seperti pidato, menyanyi, kecantikan, dan sebagainya.
t.            Kata kereta api dahulu dihubungkan dengan kereta yang benar-benar dijalankan dengan pertolongan api atau kayu bakar. Seiring dengan perkembangan zaman, manusia sudah dapat menciptakan mesin, tetapi kata kereta api masih tetap digunakan. Kata ini meluas tidak hanya mengenai kereta yang digerakkan dengan api atau kayu bakar, tetapi juga mengacu pada kereta yang sudah digerakkan dengan mesin.

2.        Menyempit
Perubahan makna yang menjadi penyempitan artinya jika dahulunya suatu kata atau satuan ujaran memiliki makna yang sangat umum, tetapi kini makna ujaran tersebut menjadi khusus atau sangat khusus (Chaer, 2012:314).
a.         Kata ahli pada awalnya menunjuk pada orang tertentu atau kelompok orang tertentu yang benar-benar mahir dan teruji keandalan dan kemahirannya dalam bidang tertentu. Namun sekarang, maknanya cenderung menyempit dan lebih banyak digunakan secara promotif, seperti pada ahli sumur, ahli pijat, ahli mesin, dan lain-lain.
b.        Kata sarjana pada awalnya adalah orang yang cerdik dan pandai, tetapi kini kata sarjana hanya bermakna orang yang telah lulus dari perguruan tinggi. Dewasa ini, betapa pun luas dan dalamnya ilmu seseorang, jika dia bukan lulusan perguruan tinggi, tidak bisa disebut sarjana.
c.         Kata pendeta dahulu bermakna orang yang berilmu, sekarang dipakai untuk menyebut guru agama Kristen atau Domine.
d.        Kata merawat biasanya dikaitkan dengan kegiatan merwat orang sakit di rumah. Orang yang merawat orang sakit disebut dengan perawat. Namun, sekarang tidak ada perawat yang bekerja di rumah., sebab orang yang disebut perawat yang kini biasa disebut dengan paramedis, biasanya bekerja di rumah sakit atau di rumah bersalin.
e.         Kata skripsi pada mulanya dihubungkan dengan tulisan tangan. Kini, maknanya lebih terbatas dan lebih menyempit, yaitu tulisan mahasiswa yang disusun sebagai persyaratan menempuh ujian untuk memperoleh gelar pada S-1.
f.          Kata tukang memiliki makna yang luas. Namun, apabila seseorang mengatakan tukang besi, tukang kayu, tukang mas, tukang weswl, tukang las, maka maknanya menjadi terbatas atau lebih menyempit. Makna yang diacu lebih terbatas kepada bidang pekerjaan yang berkaitan dengan keterampilan yang bersangkutan. Jika seseorang mengatakan tukang besi, maka yang dimaksud adalah orang yang pekerjaannya menempa besi menjadi perkakas, misalnya menjadi parang, pisau, pacul, dan perkakas lainnya. Jadi, makna yang diacu lebih terbatas kepada bidang pekerjaan yang berkaitan dengan keterampilan orang yang bersangkutan.

3.    Perubahan Total
Artinya makna yang dimiliki sekarang sudah jauh berbeda dengan makna aslinya (Chaer, 2012:314). Contoh perubahan total:
a.         Pada masa orde lama, kata subversi berarti upaya penyusupan yang dilakukan oleh agen-agen nekolim untuk menghancurkan revolusi. Gerakan intelektual seperti kelompok Manikebu (Manifesto Kebudayaan) dipandang sebagai subversi. Namun pada masa orde varu, kata subversi merujuk pada kegiatan antipembangunan yang dilakukan oleh ekstrem kanan atau ekstrem kiri, atau orang-orang yang melakukan kritik yang tidak bertanggung jawab.
b.        Pada masa orde lama, kata politik mempunyai konotasi yang positif, berkaitan dengan kegiatan yang mempunyai akses pada struktur kekuasaan. Namun pada masa orde lama, kata politik diartikan sebagai hal yang negatif, kegiatan yang tidak sejalan dengan elit penguasa. Politik merupakan hal yang jelek. Bangsa kita pernah menderita ketika politik menjadi panglima, tetapi akhir-akhir ini, secara perlahan politik mulai memiliki konotasi positif. Pada saat sekarang, orang-orang berbicara tentang partisipasi politik, pendidikan politik, sosialisasi politik, dan sebagainya.  
c.         Kata pena yang pada awalnya bermakna selembar bulu angsa, tetapi sekarang sudah hilang/lenyap, dan yang kini masih ada yaitu hanya gambar ikon atau simbolnya saja. Lalu, sekarang muncul makna baru yang berbeda dengan makna lama, yaitu menunjuk pada alat tulis yang memiliki tinta.
d.        Kata ceramah yang pada awalnya berarti banyak bicara, cerewet, atau banyak cakap, kini makna-makna tersebut telah berubah menjadi paparan atau uraian dalam bidang ilmu tertentu.
e.         Kata canggih yang pada awalnya juga berarti cerewet, bawel, banyak omong, tetapi kini makna tersebut telah berubah membentuk makna baru yang tidak bertautan dengan makna yang ditinggalkannya, yaitu sangat rumit, ruwet, modern, seperti pada kalimat ”Saat ini telah muncul berbagai barang elektronik yang canggih”.
f.         Kata sastra pada mulanya bermakna tulisan, huruf, lalu mengalam perubahan makna menjadi bacaan, kemudian berubah lagi menjadi buku yang baik isinya dan baik pula bahasanya. Selanjutnya, berubah lagi menjadi karya bahasa yang bersifat imajinatif dan kreatif.
g.        Pada zaman feodal dulu, untuk menyebut orang lain yang dihormati, digunakan kata tuan. Kini, kata tuan yang berbau feodal tersebut, diganti dengan kata bapak, sehingga terkesan lebih demokratis.
h.        Kata seni pada mulanya hanya berkenaan dengan ari seni, tetapi sekarang maknanya berubah menjadi karya cipta uang bernilai halus, seperti seni lukis, seni lukis, seni pahat, dan seni musik.
i.          Kata pujangga semula bermakna ular, kemudian bermakna sarjana. Kini, kata pujangga bermakna keahlian menciptakan roman, novel, atau puisi.

4.    Melemahkan Makna/Menghalus (Amelioratif)
Amelioratif artinya leksem atau satuan leksikal yang dahulu dirasakan kasar atau tidak sopan sekarang diganti dengan leksem atau satuan leksikal lain agar makna yang dirasakan halus atau sopan (Manaf, 2010:113). Contoh amelioratif:
a.         Di kantor sering terdengar atasan yang berkata kepada bawahannya ”Segera laksanakan!” perintah ini meskipun teras wajar, tetapi terkesan kasar. Untuk melemahkan makna urutan kata tersebut, digunakan kalimat ”Harap dikerjakan dalam waktu dekat; harap dikerjakan dalam waktu tidak terlalu lama”.
b.        Kata berpidato dan memberikan instruksi, dilemahkan maknya dengan jalan menggunakan kata memberikan pengarahan, memberikan pembinaan, melaksanakan serasehan, melaksanakan santiaji.
c.         Kata dipetieskan, dimapkan, didep, digunakan untuk melemahkan makna kata perkara atau urusan yang sengaja didiamkan.
d.        Kata air kencing dan tai memiliki makna yang menjijikkan. Untuk berbicara sopan, kata-kata ini perlu diganti dengan kata atau ungkapan lain, seperti air seni, urine, air kecil, pipis, air besar, serta tinja, dan feaces. Juga dengan tempat pembuangan benda-benda tersebut seperti wc dan kakus dapat diganti dengan kamar kecil, kamar belakang, lavatory, jamban, dan toilet.
e.         Kata uang sogok dan uang suap dapat diganti dengan uang semir, uang rokok, uang bensin, pelicin, dan sebagainya.
f.         Kata pelacur harus diganti dengan wanita tunasusila (WTS), wanita penghibur, pramunikmat, atau kupu-kupu malam. Kata pembantu atau babu harus diganti dengan pramuwisma.
g.        Kata pemulung harus diganti dengan sebutan laskar mandiri, karena bermakna pemungut barang-barang bekas dan tidak berharga, dan ia juga berjasa menjaga kebersihan lingkungan.
h.        Kata gelandangan harus diganti dengan tunawisma, karena berprofesi sebagai orang yang hidup menggelandang tanpa tempat tinggal. Pengangguran diganti dengan tunakarya, tahanan doganti dengan narapidana, dan penjara diganti dengan lembaga pemasyarakatan.
i.          Kata ayan diganti dengan epilepsi, kudis diganti dengan scabies, borok diganti dengan abses, buta diganti tunanetra, tuli diganti dengan tunarungu, bisu diganti dengan tunawicara, dan gila diganti dengan tunagrahita. Orang-orang yang menderita cacat sekarang tidak lagi sopan bila dikatakan penderita cacat, tetapi harus diganti dengan penyandang cacat.
j.          Kata korupsi dan manipulasi harus diganti dengan penyalahgunaan dan penyimpangan, kata ditangkap harus diperhalus menjadi diamankan, kata ditahan harus diganti dengan dimintai keterangan, kata dipecat harus diganti dengan diberhentikan dengan hormat atau dibebastugaskan.
k.        Kata mati harus diganti dengan meninggal atau tutup usia untuk orang biasa, wafat dan mangkat untuk raja, dan gugur untuk pahlawan, jenasah atau jasad untuk mengganti kaya mayat.
l.          Kata bodoh, tolol, dungu harus diganti dengan kata kurang atau lemah.
5.    Memburuk/Mengasar (Peyoratif)
Peyoratif artinya perubahan makna yang berupa leksem yang semula dirasakan halus kemudian karena faktor tertentu, makna leksem atau satuan leksikal tersebut dirasakan bermakna kasar. Contoh peyoratif:
a.         Kata mendepak dipakai untuk mengganti kata mengeluarkan seperti dalam kalimat ”Dia berhasil mendepak Bapak Ahmad dari kedudukannya”.
b.        Kata menjebloskan yang dipakai untuk menggantikan kata memasukkan seperti dalam kalimat ”Karena kesalahan yang dilakukannya, akhirnya polisi menjebloskannya ke dalam sel”.
c.         Kata menggondol biasa dipakai untuk binatang seperti dalam kalimat ”Anjing menggondol tulang” tetapi bisa digunakan seperti dalam kalimat ”Akhirnya regu bulu tangkis berhasil menggondol pulang piala Thomas Cup itu”.
d.        Kata mencuri seperti dalam kalimat ”Kontingen Suriname berhasil mencuri satu medali emas dari kolam renang” dianggap kasar, karena mencuri merupakan suatu tindak kejahatan yang dapat diancam dengan hukuman penjara.
e.         Kata dicekal merupakan pemedekan dari kata dicegah dan ditangkal. Kata ini dipakai untuk menggantikan kata pelarangan dan pencegahan seperti dalam kalimat ”Karena kasus yang dialaminya, ia sedang dicekal oleh pihak berwajib untuk jangka waktu yang relatif lama”. Kata dicekal dalam kalimat tersebut bermakna tindakan mencegah seseorang untuk berpergian ke luar negeri.
f.         Kata menipu biasa dipakai untuk menggantikan kata pembelian fiktif, pembayaran fiktif, penerimaan fiktif.
g.        Kata pemberontak dipakai untuk menggantikan kata gerakan pengacau keamanan.    
h.        Kata pembantu dipakai untuk menggantikan kata kaki-tangan.
i.          Kata bini dipakai untuk menggantikan kata istri dan laki dipakia untuk menggantikan kata suami.
j.          Kata mampus digunakan untuk menggantikan kata mati.