Minggu, 16 Juni 2013

Medan Makna dan Komponen Makna


MEDAN MAKNA DAN KOMPONEN MAKNA

1.      Medan Makna
Harimurti (1982) menyatakan bahwa medan makna ( semantic field, semantic domain) adalah bagian dari sistem semantik bahasa yang menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu dan yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya berhubungan. Kata atau unsur leksikal yang maknanya berhubungan dalam satu bidang tertentu jumlahnya tidak sama dari satu bahasa dengan bahasa lain, sebab berkaitan erat dengan kemajuan atau situasi budaya masyarakat bahasa yang bersangkutan. Misalnya pada silsilah kekerabatan dalam bahasa Indonesia masih belum lengkap. Kita belum berhubungan antara ego, misalnya (1) anak dari kemenakan, (2) anak dari sepupu, (3) anak dari besan yang bukan menantu, (4) anak dari moyang, (5) anak dari piut dan sebagainya.
Kata-kata yang berada dalam satu medan makna dapat digolongkan menjadi dua, yaitu yang termasuk golongan kolokasi dan goolongan set. Kolokasi (berasal dari bahasa latin colloco yang berarti ada di tempat yang sama dengan) menunjuk kepada hubungan sintagmatik yang terjadi aantara kata-kata atau unsur-unsur leksikal itu. Kata-kata yang berkolokasi ditemukan bersama atau berada dalam satu tempat atau satu lingkungan. Misalnya : pada kalimat penyerang tengah bernomor punggung tujuh itu memasukkan bola ke gawang dengan melewati pemain belakang dari pihak lawan yang ramai, kiper dari pihak lawan kewalahan menangkap bola tersebut sehingga wasit menyatakan gol. Kita dapat melihat kata-kata penyerang tengah, penyerang belakang, gol, bola, wasit, gawang, dan kiper berkolokasi dalam pembicaraan tentang olah raga sepakbola.
Dalam pembicaraan tentaang jenis makna ada istilah kolokasi, yaitu jenis makna kolokasi yaitu makna kata yang tertentu berkenaan dengan keterikatan kata tersebut dengan kata lain yang merupakan kolokasi. Misalnya kata tampan, cantik, dan indah sama-sama bermakna denotatif ‘bagus’. Tetapi kata tampan memiliki komponen atau ciri makna (+laki-laki) sedangkan kataa cantik memiliki komponen atau ciri makna (-laki-laki) dan kata indah memiliki komponen atau ciri makna (-manusia).
Set menjuk pada hubungan paradigmatik karena kata-kata atau unsur-unsur yang berada dalaam suatu set dapat saling menggantikan. Suatu set biasanya berupa sekelompok unsur leksikal dari kelas yang sama yang tampaknya merupakan satu kesatuan. Setiap unsur leksika dalam suatu set dibatasi oleh tempatnya dalam hubungan dengan anggota-anggota dalam set tersebut.
SET                   bayi                    dingin
(Paradigmatik)         kanak-kanak       sejuk
                                 remaja                hangat
                                 dewasa               panas
                                 manula                terik
kata remaja merupakan tahap pertumbuhan antara kanak-kanak dengan dewasa; sejuk adalah suhu di antara dingin  dengan hangat.
                                
2.      Komponen Makna
       Komponen makna atau komponen semantik (semantic feature, semantic property, atau semantic marker) mengajarkan bahwa setiap kata atau unsur leksikal terdiri dari satu atau beberapa unsur yang bersama-sama membentuk makna kata atau makna unsur leksikal tersebut.  Misalnyaa, kata ayah mengandung komponen makna atau unsur makna: +insan, +dewasa, +jantan dan +kawin dan ibu mengandung komponen makna; +insan,+dewasa,-jantan dan +kawin.
Komponen Makna
Ayah
Ibu
1.       Insan
+
+
2.      Dewasa
+
+
3.      Jantan
+
-
4.      kawin
+
+

            Konsep analisis ini (lazim disebut analisis biner) oleh para ahli kemudian diterapkan juga untuk membedakan makna suatu kata dengan kata lain. Analisis biner ini dapat pula digunakan untuk mencari perbedaan semantik kata-kata yang bersinonim.
       Dari pengamatan terhadap data/unsur-unsur leksikal, ada tiga hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan analisis biner tersebut, yaitu:
-          Pertama, ada pasangan kata yang salah satu daripadanya lebih bersifat netral atau umum sedaangkan yang lain bersifat khusus. Misalnya, pasangan kata mahasiswa dan mahasiswi. Kata mahasiswa lebih bersifat umum dan netral karena dapat termasuk “pria” dan “wanita”. Sebaliknya kata mahasiswi lebih bersifat khusus karena hanya mengenai “wanita”.
-          Kedua, ada kata atau unsur leksikal yang sukar dicari pasangannya karena memang mungkin tidak ada; tetapi ada juga yang mempunyai pasangan lebih dari satu. Contoh kata atau unsur leksikal yang pasangannya lebih dari satu adalah kata berdiri. Kata berdiri bukan hanya bisa dipertentangkan dengan kata duduk, tetapi dapat juga dengan kata tiarap, rebah, tidur, jongkok, dan berbaring.
-          Ketiga, sukar mengatur ciri-ciri semantik itu secara bertingkat, mana yang lebih bersifat umum dan mana yang lebih bersifat khusus. Umpamanya ciri (jantan) dan (dewasa), bisa bersifat umum (jantan) dan bisa juga bersifat umum (dewasa).
       
3.        Kesesuaian Semantik dan Gramatis
            Seorang penutur suatu bahasa dapat memahami dan menggunakan bahasanya bukanlah karena dia menguasai semua kalimat yang ada di dalam bahasanya itu, melainkan karena adanya unsur kesesuaian atau kecocokan ciri-ciri semantik antara unsur leksikal yang satu dengan unsur yang lain. Umpamanya, antara katawanita dan mengandung ada  kesesuaian ciri semantik.
            Kesesuaian ciri ini berlaku bukan hanya pada unsur-unsur leksikal saja tetapi juga berlaku antara unsur leksikal dan unsur gramantikal.Umpamanya, kata seekor hanya sesuai dengan kata ayam tetapi tidak sesuai dengan kata ayam-ayam, yaitu bentuk reduplikasi dari kata ayam. Kata seekor sesuai dengan kata ayam karena keduanya mengandung ciri (+tunggal); sebaliknya kata seekor tidak sesuai dengan kata ayam- ayam karena kata seekorberciri makna (+tunggal) sedangkan ayam-ayam berciri makna(-tunggal).
       Para ahli tata bahasa generatif semantik seperti Chafe (1970) dan Fillmore (1971),  berpendapat setiap unsur leksikal mengandung ketentuan-ketentuan penggunanaannya yang sudah terpateri yang bersifat gramatikal dan bersifat semantis. Ketentuan-ketentuan gramatikal memberikan kondisi-kondisi gramatikal yang berlaku jika suatu unsur gramatikal hendak digunakan. Umpamanya kata kerja makan dalam penggunaannya memerlukan adanya sebuah subyek dan sebuah obyek (walaupun disini objek ini bisa dihilangkan). 
        Oleh karena itulah kalimat Adik makan dendeng atau kucing makan dendeng dapat diterima, sebab adik  maupun kucing  mengandung ciri makna (+bernyawa) dan dendeng  mengandung ciri makna (+makanan). Tetapi kalimat *Pensil makan dendeng dan kalimat Adik makan lemari tidak dapat diterima karena kata pensil pada kalimat pertama mengandung ciri makna (-bernyawa) dan kata lemari pada kalimat kedua mengandung ciri makna (-makanan). Jadi tidak dapat diterimanya kedua kalimat itu bukanlah karena masalah gramatikal, melainkan karena masalah semantik.