1.
Medan Makna
Harimurti (1982)
menyatakan bahwa medan makna ( semantic
field, semantic domain) adalah bagian dari sistem semantik bahasa yang
menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta
tertentu dan yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya
berhubungan. Kata atau unsur leksikal yang maknanya berhubungan dalam satu
bidang tertentu jumlahnya tidak sama dari satu bahasa dengan bahasa lain, sebab
berkaitan erat dengan kemajuan atau situasi budaya masyarakat bahasa yang
bersangkutan. Misalnya pada silsilah kekerabatan dalam bahasa Indonesia masih
belum lengkap. Kita belum berhubungan antara ego, misalnya (1) anak dari
kemenakan, (2) anak dari sepupu, (3) anak dari besan yang bukan menantu, (4)
anak dari moyang, (5) anak dari piut dan sebagainya.
Kata-kata yang berada
dalam satu medan makna dapat digolongkan menjadi dua, yaitu yang termasuk
golongan kolokasi dan goolongan set. Kolokasi (berasal dari
bahasa latin colloco yang berarti ada di tempat yang
sama dengan) menunjuk kepada hubungan sintagmatik yang terjadi aantara
kata-kata atau unsur-unsur leksikal itu. Kata-kata yang berkolokasi ditemukan bersama atau
berada dalam satu tempat atau satu lingkungan. Misalnya : pada kalimat penyerang tengah bernomor punggung
tujuh itu memasukkan bola ke gawang dengan melewati pemain belakang dari pihak
lawan yang ramai, kiper dari pihak lawan kewalahan menangkap bola tersebut
sehingga wasit menyatakan gol. Kita dapat melihat kata-kata penyerang tengah, penyerang
belakang, gol, bola, wasit, gawang, dan kiper berkolokasi dalam pembicaraan tentang
olah raga sepakbola.
Dalam
pembicaraan tentaang jenis makna ada istilah kolokasi, yaitu jenis makna kolokasi yaitu makna kata yang tertentu
berkenaan dengan keterikatan kata tersebut dengan kata lain yang merupakan
kolokasi. Misalnya kata tampan,
cantik, dan indah sama-sama bermakna denotatif ‘bagus’.
Tetapi kata tampan memiliki komponen atau ciri makna
(+laki-laki) sedangkan kataa cantik memiliki komponen atau ciri makna
(-laki-laki) dan kata indah memiliki
komponen atau ciri makna (-manusia).
Set menjuk pada hubungan paradigmatik karena kata-kata atau unsur-unsur yang
berada dalaam suatu set dapat saling menggantikan. Suatu set biasanya berupa
sekelompok unsur leksikal dari kelas yang sama yang tampaknya merupakan satu
kesatuan. Setiap unsur leksika dalam suatu set dibatasi oleh tempatnya dalam
hubungan dengan anggota-anggota dalam set tersebut.
SET bayi dingin
(Paradigmatik) kanak-kanak sejuk
remaja hangat
dewasa panas
manula terik
kata remaja merupakan tahap pertumbuhan antara kanak-kanak dengan dewasa; sejuk adalah suhu di antara dingin dengan hangat.
2.
Komponen Makna
Komponen makna atau komponen semantik
(semantic feature, semantic property, atau semantic marker) mengajarkan bahwa setiap kata atau unsur leksikal terdiri
dari satu atau beberapa unsur yang bersama-sama membentuk makna kata atau makna
unsur leksikal tersebut. Misalnyaa,
kata ayah mengandung komponen makna atau unsur
makna: +insan, +dewasa, +jantan dan +kawin dan ibu mengandung komponen makna;
+insan,+dewasa,-jantan dan +kawin.
Komponen Makna
|
Ayah
|
Ibu
|
1. Insan
|
+
|
+
|
2. Dewasa
|
+
|
+
|
3. Jantan
|
+
|
-
|
4. kawin
|
+
|
+
|
Konsep analisis ini
(lazim disebut analisis biner)
oleh para ahli kemudian diterapkan juga untuk membedakan makna suatu kata
dengan kata lain. Analisis biner ini dapat pula digunakan untuk mencari
perbedaan semantik kata-kata yang bersinonim.
Dari pengamatan terhadap
data/unsur-unsur leksikal, ada tiga hal yang perlu dikemukakan sehubungan
dengan analisis biner tersebut, yaitu:
-
Pertama, ada pasangan kata yang salah satu daripadanya
lebih bersifat netral atau umum sedaangkan yang lain bersifat khusus. Misalnya,
pasangan kata mahasiswa dan mahasiswi. Kata mahasiswa lebih bersifat umum dan netral
karena dapat termasuk “pria” dan “wanita”. Sebaliknya kata mahasiswi lebih bersifat khusus karena hanya
mengenai “wanita”.
-
Kedua, ada kata atau
unsur leksikal yang sukar dicari pasangannya karena memang mungkin tidak ada;
tetapi ada juga yang mempunyai pasangan lebih dari satu. Contoh kata atau unsur
leksikal yang pasangannya lebih dari satu adalah kata berdiri. Kata berdiri bukan hanya bisa
dipertentangkan dengan kata duduk, tetapi dapat juga dengan kata tiarap, rebah, tidur, jongkok, dan berbaring.
-
Ketiga, sukar mengatur
ciri-ciri semantik itu secara bertingkat, mana yang lebih bersifat umum dan
mana yang lebih bersifat khusus. Umpamanya ciri (jantan) dan (dewasa), bisa
bersifat umum (jantan) dan bisa juga bersifat umum (dewasa).
3.
Kesesuaian Semantik dan Gramatis
Seorang penutur suatu
bahasa dapat memahami dan menggunakan bahasanya bukanlah karena dia menguasai
semua kalimat yang ada di dalam bahasanya itu, melainkan karena adanya unsur
kesesuaian atau kecocokan ciri-ciri semantik antara unsur leksikal yang satu
dengan unsur yang lain. Umpamanya, antara katawanita dan mengandung ada kesesuaian ciri semantik.
Kesesuaian ciri ini
berlaku bukan hanya pada unsur-unsur leksikal saja tetapi juga berlaku antara
unsur leksikal dan unsur gramantikal.Umpamanya, kata seekor hanya sesuai dengan kata ayam tetapi tidak sesuai dengan kata ayam-ayam, yaitu bentuk reduplikasi dari kata ayam. Kata seekor sesuai dengan kata ayam karena keduanya mengandung ciri
(+tunggal); sebaliknya kata seekor tidak sesuai dengan kata ayam- ayam karena kata seekorberciri makna (+tunggal)
sedangkan ayam-ayam berciri makna(-tunggal).
Para ahli tata bahasa generatif
semantik seperti Chafe (1970) dan Fillmore (1971), berpendapat setiap unsur leksikal mengandung
ketentuan-ketentuan penggunanaannya yang sudah terpateri yang bersifat
gramatikal dan bersifat semantis. Ketentuan-ketentuan gramatikal memberikan
kondisi-kondisi gramatikal yang berlaku jika suatu unsur gramatikal hendak digunakan.
Umpamanya kata kerja makan dalam penggunaannya memerlukan
adanya sebuah subyek dan sebuah obyek (walaupun disini objek ini bisa
dihilangkan).
Oleh karena itulah kalimat Adik
makan dendeng atau kucing makan dendeng dapat diterima, sebab adik maupun kucing mengandung ciri makna
(+bernyawa) dan dendeng mengandung ciri makna (+makanan). Tetapi kalimat *Pensil makan dendeng dan kalimat Adik makan lemari tidak dapat diterima karena kata pensil pada kalimat pertama mengandung
ciri makna (-bernyawa) dan kata lemari pada kalimat kedua mengandung ciri
makna (-makanan). Jadi tidak dapat diterimanya kedua kalimat itu bukanlah
karena masalah gramatikal, melainkan karena masalah semantik.