PERUBAHAN
MAKNA
Makna suatu bahasa dapat mengalami perubahan yang disebabkan oleh
berbagai faktor oleh pemakai bahasa tersebut. Perubahan makna mencakup
perluasan, pembatasan, pelemahan, pengaburan, dan pergeseran makna yang tampak
di dalam pengunaan bahasa. Menurut Manaf (2010:106), perubahan makna adalah
berubahnya makna suatu leksem atau satuan leksikal. Perubahan makna tersebut
dapat berupa perubahan konsep dan atau perubahan nilai rasa.
1.
Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Perubahan
Makna
Dalam hal mengenai perubahan makna, Chaer (2012:311) menyatakan bahwa
secara sinkronis, makna sebuah kata atau leksem tidak akan berubah, tetapi
secara diakronis terdapat kemungkinan makna tersebut dapat berubah. Artinya,
dalam waktu yang relatif singkat, makna sebuah kata akan tetap sama, tidak
berubah, tetapi dalam waktu yang relatif lama, terdapat kemungkinan makna
sebuah kata tersebut akan berubah. Perubahan tersebut tidak berlaku untuk semua
kosakata yang terdapat dalam sebuah bahasa, melainkan hanya terjadi pada
sejumlah kata saja. Menurut Manaf (2010:107—111), faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya perubahan makna pada sebuah kata ialah sebagai berikut.
a.
Perkembangan
dalam bidang ilmu dan teknologi. Adanya perkembangan konsep keilmuan dan
teknologi dapat menyebabkan kata yang pada mulanya bermakna A menjadi bermakna
B atau bermakna C. Misalnya, kata sastra dan
berlayar.
b.
Perkembangan
sosial budaya. Perkembangan dalam masyarakat yang berkenaan dengan sikap sosial
dan budaya, juga menyebabkan terjadinya perubahan makna. Misalnya, kata saudara, tuan, dan sarjana.
c.
Perkembangan
pemakaian kata. Setiap bidang kegiatan atau keilmuan biasanya mempunyai
sejumlah kosakata yang berkenaan dengan bidang tersebut. Misalnya, dalam bidang
pertanian ditemukan kosakata seperti menggarap,
menuai, pupuk, hama, dan panen; dalam
bidang agama Islam terdapat kosakata seperti imam, khatib, puasa, zakat; dan dalam bidang pelayaran ada kosakata
berlabuh, berlayar, haluan, nahkoda,
buritan. Kosakata yang pada mulanya hanya digunakan pada bidang-bidang
tersebut, dalam perkembangan kemudian juga digunakan dalam bidang-bidang lain,
dengan makna baru atau agak lain dengan makna aslinya. Misalnya, kata menggarap dari bidang pertanian
digunakan juga umtuk bidang lain dengan makna mengerjakan/membuat, seperti menggarap skripsi, menggarap naskah drama, menggarap
rancangan undang-undang lalu lintas. Kata membajak yang berasal dari bidang pertanian, kini sudah biasa
digunakan dalam bidang lain dengan makna mencari keuntungan yang besar secara
tidak benar, seperti membajak buku, membajak lagu, membajak pesawat terbang. Kata jurusan
yang berasal dari bidang lalu lintas kini juga digunakan dalam bidang
pendidikan dengan makna bidang studi/vakultas, seperti jurusan bahasa asing, jurusan
hukum perdata, dan jurusan ekonomi
pembangunan.
d.
Pertukaran
tanggapan indra. Alat indra manusia yang terdiri dari lima jenis mempunyai
fungsi masing-masing untuk menangkap gejala-gejala yang terjadi di dunia. Namun,
dalam perkembangan pemakaian bahasa banyak terjadi pertukaran pemakaian alat
indra untuk menangkap gejala yang terjadi di sekitar manusia tersebut.
Misalnya, rasa pedas yang seharusnya
ditanggap oleh indra persa lidah menjadi ditanggap oleh alat pendengar telinga,
seperti kata-katanya pedas; kata manis yang seharusnya ditanggap oleh
alat perasa lidah menjadi ditanggap
dengan alat indra mata, seperti wajahnya sangat manis. Perubahan tanggapan indra ini disebut sinestesia. Contoh
lainnya seperti warnanya teduh, suaranya
berat sekali, kedengarannya memang nikmat, lukisan itu ramai sekali, tingkah lakunya sangat kasar.
e.
Adanya
asosiasi. Asosiasi ialah adanya hubungan antara sebuah bentuk ujaran dengan
sesuatu yang lain berkenaan dengan bentuk ujaran tersebut, sehingga bila
disebut ujaran tersebut maka yang dimaksud ialah sesuatu yang lain yang
berkenaan dengan ujaran tersebut. Misalnya, kata amplop yang sebenarnya bermakna sampul surat, tetapi amplop dalam kalimat ”Supaya urusan
cepat beres, beri saja amplop”
bermakna uang sogok. Contoh lain ialah berupa hubungan waktu dengan kejadian,
seperti memeriahkan perayaan 17 Agustus. Kata 17 Agustus pada kalimat tersebut
berasosiasi dengan hari kemerdekaan.
f.
Proses
gramatikal. Proses gramatikal juga dapat mengakibatkan perubahan makna.
Perubahan makna yang diakibatkan oleh proses gramatikal misalnya, leksem makan mengalami perubahan makna setelah
mendapatkan afiks me-, ter-, dan –an, leksem makan menjadi memakan, termakan, dan makanan. Leksem memakan
berarti memasukkan makanan ke mulut, mengunyah, lalu menelannya; leksem termakan artinya makan secara tidak
sengaja; dan leksem makanan artinya
benda yang dapat dimakan.
g.
Pengembangan
istilah. Misalnya, leksem pantau semula
bermakna sejenis ikan yang suka melayang-layang di air, seperti dalam kalimat
”Ikan pantau banyak kita temukan di
air jernih” setelah digunakan sebagai istilah di bidang birokrasi, leksem
pantau bermakna mengawasi, seperti dalam kalimat ”Menteri Sosial sedang memantau penyaluran sembako kepada
masyarakat yang tertimpa bencana alam”.
Senada dengan hal tersebut, Rahardi (2006:70) menyatakan bahwa cukup
banyak faktor yang dapat dianggap sebagai sosok yang menyebabkan terjadinya
perubahan makna. Pertama, faktor
kadar kedekatan relasi bahasa dengan masyarakat pemiliknya dan sosok kebudayaan
yang menjadi wadahnya. Kedua, faktor
yang berupa dorongan internal bahasa yang bersangkutan untuk menggunakan
kata-kata atau istilah di dalam tertentu sesuai dengan tuntutan zaman. Ketiga, faktor kebutuhan dari para
pengguna bahasa itu sendiri untuk bergengsi-gengsi atau menyombongkan diri,
yang pada akhirnya justru dapat melahirkan banyak kata yang dipungut dari
bahasa daerah atau bahasa asing.
Ramadansyah (2010:22) menyatakan bahwa makna suatu kata dapat berubah.
Perubahan tersebut disebabkan oleh beberapa hal, yaitu (a) peristiwa
ketatabahasaan, misalnya kata makan,
akibat adanya peristiwa ketatabahasaan ditemui kata makanan, pemakan, makan-makan, makan biaya, makan besar, makan suap, dan sebagainya; (b) perubahan waktu, misalnya dulu kata sarjana bermakna orang yang pandai dan
terpandang, tetapi kini, untuk orang yang lulus perguruan tinggi; (c) perbedaan
tempat, misalnya kata butuh di Jawa
bermakna perlu, sedangkan di Kalimantan Timur bermakna kemaluan laki-laki; (d)
perbedaan lingkungan, misalnya kata jurusan
di lingkungan lalu lintas bermakna arah tujuan, di lingkungan pendidikan
bermakna bagian jurusan, di lingkungan olahraga bermakna bagian sikap badan;
dan (e) perubahan konotasi.
2.
Jenis-jenis Perubahan Makna
Menurut Chaer (2009:140—144), perubahan makna kata
secara umum terdiri dari beberapa jenis. Jenis-jenis tersebut ialah sebagai
berikut.
a.
Meluas,
yaitu gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya
memiliki sebuah makna, tetapi kemudian karena berbagai faktor, menjadi memiliki
makna-makna lain. Misalnya, kata saudara, kakak, ibu, adik, bapak, mencetak,
dan lain-lain.
b.
Menyempit,
yaitu gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna
yang cukup luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna
saja. Misalnya, kata sarjana, ahli, pendeta, dan sebagainya.
c.
Perubahan
total, artinya berubah sama sekali makna sebuah kata dari makna aslinya. Memang
terdapat kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih memiliki sangkut paut dengan
makna asliny, tetapi sangkut paut tersebut sudah jauh sekali. Misalnya, kata
ceramah, seni, pena, canggih, dan sebagainya.
d.
Penghalusan
(Amelioratif), yaitu gejala yang ditampilkan oleh suatu leksem atau satuan
bahasa dianggap memiliki makna yang lebih halus atau lebih sopan pada saat ini
daripada makna satuan bahasa tersebut dahulu. Misalnya, lembaga pemasyarakatan,
pemutusan hubungan kerja, dan sebagainya.
e.
Pengasaran
(Peyoratif), artinya usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau
bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran
ini biasanya dilakukan dalam situasi yang tidak ramah atau untuk menunjukkan
kejengkelan. Misalnya, mencaplok, mendepak, menggondol, dan sebagainya.
Menurut Chaer dan Leonie Agustina (1995:186),
perubahan semantik yang paling sering terjadi adalah berupa perubahan pada
makna butir-butir leksikal yang mungkin meluas, menyempit, atau berubah total. Hal
senada juga diungkapkan oleh Ramadansyah (2010:22—23) yang menyatakan bahwa
perubahan makna pada leksikon sebuah bahasa dapat terjadi karena proses sebagai
berikut. Pertama, meluas
(generalisasi), apabila cakupan makna sekarang lebih luas daripada yang lama,
misalnya berlayar, bapak, saudara, putra. Kedua,
menyempit (spesialisasi), apabila cakupan makna sekarang lebih sempit
daripada makna yang lama, misalnya pendeta, sarjana, madrasah. Ketiga, peninggian makna (amelioratif),
apabila arti baru dirasakan lebih baik daripada makna yang lama, misalnya
wanita (dulu: perempuan); Bung (dulu: panggilan kepada lelaki, kini: panggilan
kepada pimpinan/tokoh). Keempat, penurunan
makna (peyoratif), apabila arti baru dirasakan lebih rendah dari arti yang
dulu, misalnya, bini lebih rendah dari istri/nyonya, bunting lebih rendah
daripada hamil. Kelima, pertukaran
(sinestesia), apabila terjadi perubahan makna akibat pertukaran indra yang
berlainan, misalnya namanya harum, suaranya halus, rupanya manis, kata-katanya
pedas. Keenam, persamaan (asosiasi),
apabila terjadi perubahan makna karena persamaan sifat, misalnya amplop
bermakna uang sogok, bunga kembang bermakna gadis cantik, mencatut bermakna
mencari keuntungan. Jadi berkaitan dengan makna kias.
3.
Analisis Contoh Perubahan Makna
1. Meluas
a.
Kata
papan yang semula hanya bermakna
belahan pipih dari sebilah kayu, seperti pada kalimat ”Ayah memotong sebilah papan kemarin sore”, sekarang sudah
meluas maknanya menjadi perumahan, seperti pada kalimat ”Manusia memerlukan
sandang, pangan, dan papan”.
b.
Kata
baju yang pada mulanya hanya bermakna
pakaian sebelah atas dari pinggang sampai ke bahu, seperti dalam ungkapan baju batik, dan baju lengan panjang, tetapi dalam kalimat ”Murid-murid itu memakai
bau seragam”, makna kata baju telah
meluas menjadi benda yang bukan hanya baju, tetapi juga celana, sepatu, dasi,
dan topi. Demikian juga dengan baju
dinas, baju olah raga, dan baju
militer.
c.
Kata
saudara yang pada mulanya hanya
bermakna keluarga seperut atau orang yang lahir dari kandungan yang sama,
seperti dalam kalimat ”Orang yang sedang berdiri di depan rumah itu adalah saudara kandungku”, tetapi dalam kalimat
”Surat saudara sudah kami baca;
jawabannya tunggu saja di rumah”, makna kata saudara telah meluas menjadi kata saapan yang sederajat, baik usia
maupun kedudukan sosial.
d.
Kata
berlayar dahulunya bermakna melakukan
perjalanan dengan kapal atau perahu yang digerakkan oleh tenaga layar. Namun,
meskipun tenaga penggerak kapal sudah diganti dengan mesin uap, mesin diesel,
mesin turbo, tetapi kata berlayar masih
tetap digunakan untuk menyebut perjalanan di air.
e.
Kata
putera dan puteri dahulu hanya dipakai untuk anak-anak raja, sekarang semua
anak lak-laki dan wanita disebut sebagai putera
dan puteri, seperti pada kalimat
”Pesawat ini merupakan hasil karya dari putera-puteri Indonesia”.
f.
Kata
kepala dahulu dihubungkan dengan
bagian badan sebelah atas atau tempat otak. Sekarang, makna kata kepala telah melaus, sehingga lahirlah
urutan kata kepala sekolah, kepala rumah sakit, kepala kejaksaan, kepala pemerintahan.
Makna kepala sekolah yaitu orang yang
mempunyai jabatan tertinggi pada sebuah sekolah.
g.
Kata
kemudi dahulu dihubungkan dengan alat
untuk menjaga kelurusan jalannya perhau atau kapal di perairan. Kini, muncul
urutan kata mengemudikan perusahaan, mengemudikan pesawat, mengemudikan negara.
h.
Kata
benih dahulu dihubungkan dengan
bibit, misalnya benih padi. Jadi,
berhubungan dengan pertanian. Kini, muncul urutan kata benih perkara, benih persengketaan.
Kata benih dalam hal ini tidak
berhubungan lagi dengan pertanian, tetapi bermakna pangkal/sumber.
i.
Kata
haluan dahulu bermakna bagian depan
kapal atau perahu yang menagcu pada arah. Kini, muncul urutan kata garis-garis
besar haluan negara, berhaluan ekstrem, berhaluan kiri. kata haluan pada
konteks tersebut bermkna aliran atau paham seseorang, paham yang diperjuangkan.
j.
Kata
jurusan dahulu lebih banyak
dihubungkan dengan arah perjalanan, misalnya jurusan Grogol, jurusan Tanah Abang. Kini, muncul urutan kata jurusan
bahasa, jurusan teknik. Dalam hal ini, kata jurusan lebih mengacu pada
spesialisasi atau bagian disiplin ilmu yang ditekuni. Terlihat di sini bahwa
kata jurusan sudah mengalami perluasan makna, yaitu dari arah menjadi bidang
atau spesialisasi.
k.
Kata
kawat dahulu dihubungkan dengan benda
yang seurat yang terbuat dari logam. Kini, muncul istilah mengirim kawat,
mengawatkan, yang bermakna mengirim berita melalui kantor telekomunikasi,
sperti pada kalimat ”Segera kawatkan meninggalknya ayah kepadanya”. Di sini
tampak bahwa makna kata kawat telah
meluas.
l.
Kata
anak biasanya dihubungkan dengan
turunan setelah ibu dan ayah. Kini, muncul urutan kata anak kunci, anak sungai,
anak sekolah, anak bab. Urutan kata tersebut tidak dapat diterangkan secara
biologis, sebab secara biologis, bab, kunci, sekolah, sungai, tidak mungkin
akan beranak. Demikian pula dengan pengunaan kata awak yang dahulu bermakna diri sendiri, kini telah muncul urutan
kata awak pesawat, awak bus, awak kereta api, awak kapal. Ungkapan ini bermakna
seseorang yang bekerja pada pesawat, bus, kereta api, dan kapal.
m.
Kata
kunci biasanya dihubungkan dengan
alat untuk mengunci rumah, peti. Kini, muncul urutan kata juru kunci, kunci
jawaban, kunci perdamaian, kunci keberhasilan. Urutan kata mengunci rumah
mengacu kepada kegiatan menutup dan membuka rumah dengan kunci. Kunci keberhasilan
mengacu pada kegiatan utama, kegiatan agar kita berhasil di dalam suatu usaha.
Tampak di sini, hubungan maknanya tetap ada, meskipun makna kata kunci telah
meluas.
n.
Kata
lahir biasanya dihubungkan dengan
proses biologis, keluarnya bayi dari kandungan ibu. Kini, telah muncul urutan
kata ia melahirkan kata-kata, telah lahir tunas bangsa, lahir gol pertama.
Terlihat di sini hubungan makna yang berkaitan dengan proses, meskipun maknanya
telah meluas.
o.
Kata
kandungan biasanya dikaitkan dengan
bayi yang dikandung ibu di dalam perutnya. Kini, muncul urutan kata persoalan
itu mengandung dua hal ini; apa yang terkandung di dalam hatinya sulit diterka.
Kata ini mengandung makna leksikal yang berarti yang berada di dalam.
p.
Kata
mencetak pada mulanya hanya digunakan
pada bidang penerbitan buku, majalah, atau koran, tetapi kemudian maknanya
menjadi meluas seperti dalam kalimat ”Persija tidak berhasil mencetak satu gol
pun; Pemerintah akan mencetak sawah-sawah baru; Kabarnya dokter dapat mencetak
uang dengan mudah”. Kata mencetak dalam kalimat-kalima tersebut bermakna
membuat, menghasilkan, memperoleh, mencari, atau mengumpulkan.
q.
Kata
target yang berarti sasaran, dahulu
bermakna sinar yang ada di sekeliling perisai, maupun struktur yang menyerupai
perisai, ditandai dengan lingkaran-lingkaran yang makin memusat, dan dibuat
khusus untuk latihan menembak. Namun sekarang seperti dalam kalimat
”Penghasilan tahun ini harus melebihi dari target yang telah ditetapkan”. Makna
target pada kalimat tersebut sudah meluas, tidak lagi hanya sekadar hal yang
digunakan untuk latihan menembak, tetapi bermakna sesuatu yang harus dicapai.
r.
Kata
songsong/menyongsong dahulu memiliki
makna menyambut dengan payung kebesaran. Sekarang terdapat ungkapan menyongsong tamu, menyongsong hari raya, menyongsong
masa depan, menyongsong musuh, menyongsong musim hujan. Makna kata menyongsong sekarang ini sudah melusa.
Tidak harus dengan menggunakan payung kebesaran lagi.
s.
Kata
jago yang semula hanya bermakna ayam
jantan yang sudah dewasa, yang biasanya diadu dalam suatu aduan atau sabung
ayam, sudah mengalami perluasan makna. Sekarang, kata ini bermakna sesuatu yang
diharapkan menang dalam suatu pertandingan. Tidak hanya pada adu ayam, juga
pada adu jangkrik, balapan kuda, balap sepeda motor/mobil, bahkan pada olahraga
yang dilakukan manusia, seperti pidato, menyanyi, kecantikan, dan sebagainya.
t.
Kata kereta
api dahulu dihubungkan dengan kereta yang benar-benar dijalankan dengan
pertolongan api atau kayu bakar. Seiring dengan perkembangan zaman, manusia
sudah dapat menciptakan mesin, tetapi kata kereta
api masih tetap digunakan. Kata ini meluas tidak hanya mengenai kereta yang
digerakkan dengan api atau kayu bakar, tetapi juga mengacu pada kereta yang
sudah digerakkan dengan mesin.
2.
Menyempit
Perubahan makna yang menjadi penyempitan artinya jika
dahulunya suatu kata atau satuan ujaran memiliki makna yang sangat umum, tetapi
kini makna ujaran tersebut menjadi khusus atau sangat khusus (Chaer, 2012:314).
a.
Kata
ahli pada awalnya menunjuk pada orang
tertentu atau kelompok orang tertentu yang benar-benar mahir dan teruji
keandalan dan kemahirannya dalam bidang tertentu. Namun sekarang, maknanya
cenderung menyempit dan lebih banyak digunakan secara promotif, seperti pada ahli sumur, ahli pijat, ahli mesin,
dan lain-lain.
b.
Kata
sarjana pada awalnya adalah orang
yang cerdik dan pandai, tetapi kini kata sarjana
hanya bermakna orang yang telah lulus dari perguruan tinggi. Dewasa ini,
betapa pun luas dan dalamnya ilmu seseorang, jika dia bukan lulusan perguruan
tinggi, tidak bisa disebut sarjana.
c.
Kata
pendeta dahulu bermakna orang yang
berilmu, sekarang dipakai untuk menyebut guru agama Kristen atau Domine.
d.
Kata
merawat biasanya dikaitkan dengan
kegiatan merwat orang sakit di rumah. Orang yang merawat orang sakit disebut
dengan perawat. Namun, sekarang tidak ada perawat yang bekerja di rumah., sebab
orang yang disebut perawat yang kini biasa disebut dengan paramedis, biasanya
bekerja di rumah sakit atau di rumah bersalin.
e.
Kata
skripsi pada mulanya dihubungkan
dengan tulisan tangan. Kini, maknanya lebih terbatas dan lebih menyempit, yaitu
tulisan mahasiswa yang disusun sebagai persyaratan menempuh ujian untuk
memperoleh gelar pada S-1.
f.
Kata tukang
memiliki makna yang luas. Namun, apabila seseorang mengatakan tukang besi, tukang kayu, tukang mas, tukang weswl, tukang las, maka maknanya menjadi terbatas atau lebih menyempit.
Makna yang diacu lebih terbatas kepada bidang pekerjaan yang berkaitan dengan
keterampilan yang bersangkutan. Jika seseorang mengatakan tukang besi, maka yang dimaksud adalah orang yang pekerjaannya
menempa besi menjadi perkakas, misalnya menjadi parang, pisau, pacul, dan
perkakas lainnya. Jadi, makna yang diacu lebih terbatas kepada bidang pekerjaan
yang berkaitan dengan keterampilan orang yang bersangkutan.
3. Perubahan
Total
Artinya makna yang dimiliki sekarang sudah jauh berbeda dengan makna
aslinya (Chaer, 2012:314). Contoh perubahan total:
a.
Pada
masa orde lama, kata subversi berarti
upaya penyusupan yang dilakukan oleh agen-agen nekolim untuk menghancurkan
revolusi. Gerakan intelektual seperti kelompok Manikebu (Manifesto Kebudayaan)
dipandang sebagai subversi. Namun pada masa orde varu, kata subversi merujuk pada kegiatan antipembangunan
yang dilakukan oleh ekstrem kanan atau ekstrem kiri, atau orang-orang yang
melakukan kritik yang tidak bertanggung jawab.
b.
Pada
masa orde lama, kata politik mempunyai
konotasi yang positif, berkaitan dengan kegiatan yang mempunyai akses pada struktur
kekuasaan. Namun pada masa orde lama, kata politik
diartikan sebagai hal yang negatif, kegiatan yang tidak sejalan dengan elit
penguasa. Politik merupakan hal yang jelek. Bangsa kita pernah menderita ketika
politik menjadi panglima, tetapi akhir-akhir ini, secara perlahan politik mulai
memiliki konotasi positif. Pada saat sekarang, orang-orang berbicara tentang
partisipasi politik, pendidikan politik, sosialisasi politik, dan sebagainya.
c.
Kata
pena yang pada awalnya bermakna
selembar bulu angsa, tetapi sekarang sudah hilang/lenyap, dan yang kini masih
ada yaitu hanya gambar ikon atau simbolnya saja. Lalu, sekarang muncul makna
baru yang berbeda dengan makna lama, yaitu menunjuk pada alat tulis yang
memiliki tinta.
d.
Kata
ceramah yang pada awalnya berarti
banyak bicara, cerewet, atau banyak cakap, kini makna-makna tersebut telah
berubah menjadi paparan atau uraian dalam bidang ilmu tertentu.
e.
Kata
canggih yang pada awalnya juga
berarti cerewet, bawel, banyak omong, tetapi kini makna tersebut telah berubah
membentuk makna baru yang tidak bertautan dengan makna yang ditinggalkannya,
yaitu sangat rumit, ruwet, modern, seperti pada kalimat ”Saat ini telah muncul
berbagai barang elektronik yang canggih”.
f.
Kata
sastra pada mulanya bermakna tulisan,
huruf, lalu mengalam perubahan makna menjadi bacaan, kemudian berubah lagi
menjadi buku yang baik isinya dan baik pula bahasanya. Selanjutnya, berubah
lagi menjadi karya bahasa yang bersifat imajinatif dan kreatif.
g.
Pada
zaman feodal dulu, untuk menyebut orang lain yang dihormati, digunakan kata tuan. Kini, kata tuan yang berbau feodal tersebut, diganti dengan kata bapak, sehingga terkesan lebih
demokratis.
h.
Kata
seni pada mulanya hanya berkenaan
dengan ari seni, tetapi sekarang maknanya berubah menjadi karya cipta uang
bernilai halus, seperti seni lukis, seni lukis, seni pahat, dan seni musik.
i.
Kata
pujangga semula bermakna ular,
kemudian bermakna sarjana. Kini, kata pujangga
bermakna keahlian menciptakan roman, novel, atau puisi.
4. Melemahkan
Makna/Menghalus (Amelioratif)
Amelioratif artinya leksem atau satuan leksikal yang
dahulu dirasakan kasar atau tidak sopan sekarang diganti dengan leksem atau
satuan leksikal lain agar makna yang dirasakan halus atau sopan (Manaf,
2010:113). Contoh amelioratif:
a.
Di
kantor sering terdengar atasan yang berkata kepada bawahannya ”Segera laksanakan!” perintah ini
meskipun teras wajar, tetapi terkesan kasar. Untuk melemahkan makna urutan kata
tersebut, digunakan kalimat ”Harap
dikerjakan dalam waktu dekat; harap dikerjakan dalam waktu tidak terlalu lama”.
b.
Kata
berpidato dan memberikan instruksi,
dilemahkan maknya dengan jalan menggunakan kata memberikan pengarahan, memberikan pembinaan, melaksanakan serasehan,
melaksanakan santiaji.
c.
Kata
dipetieskan, dimapkan, didep,
digunakan untuk melemahkan makna kata perkara
atau urusan yang sengaja didiamkan.
d.
Kata
air kencing dan tai memiliki makna yang menjijikkan. Untuk berbicara sopan,
kata-kata ini perlu diganti dengan kata atau ungkapan lain, seperti air seni,
urine, air kecil, pipis, air besar, serta tinja, dan feaces. Juga dengan tempat
pembuangan benda-benda tersebut seperti wc dan kakus dapat diganti dengan kamar
kecil, kamar belakang, lavatory, jamban, dan toilet.
e.
Kata
uang sogok dan uang suap dapat diganti dengan uang semir, uang rokok, uang bensin,
pelicin, dan sebagainya.
f.
Kata
pelacur harus diganti dengan wanita
tunasusila (WTS), wanita penghibur, pramunikmat, atau kupu-kupu malam. Kata pembantu atau babu harus diganti dengan pramuwisma.
g.
Kata
pemulung harus diganti dengan sebutan
laskar mandiri, karena bermakna pemungut barang-barang bekas dan tidak
berharga, dan ia juga berjasa menjaga kebersihan lingkungan.
h.
Kata
gelandangan harus diganti dengan
tunawisma, karena berprofesi sebagai orang yang hidup menggelandang tanpa
tempat tinggal. Pengangguran diganti
dengan tunakarya, tahanan doganti
dengan narapidana, dan penjara
diganti dengan lembaga pemasyarakatan.
i.
Kata
ayan diganti dengan epilepsi, kudis diganti dengan scabies, borok diganti dengan abses, buta diganti tunanetra, tuli diganti dengan tunarungu, bisu diganti dengan tunawicara, dan gila diganti dengan tunagrahita.
Orang-orang yang menderita cacat sekarang tidak lagi sopan bila dikatakan penderita cacat, tetapi harus diganti
dengan penyandang cacat.
j.
Kata
korupsi dan manipulasi harus diganti dengan penyalahgunaan dan penyimpangan, kata
ditangkap harus diperhalus menjadi diamankan, kata ditahan harus diganti dengan
dimintai keterangan, kata dipecat harus diganti dengan diberhentikan dengan
hormat atau dibebastugaskan.
k.
Kata
mati harus diganti dengan meninggal
atau tutup usia untuk orang biasa, wafat dan mangkat untuk raja, dan gugur
untuk pahlawan, jenasah atau jasad untuk mengganti kaya mayat.
l.
Kata
bodoh, tolol, dungu harus diganti
dengan kata kurang atau lemah.
5. Memburuk/Mengasar
(Peyoratif)
Peyoratif artinya perubahan makna yang berupa leksem yang semula
dirasakan halus kemudian karena faktor tertentu, makna leksem atau satuan
leksikal tersebut dirasakan bermakna kasar. Contoh peyoratif:
a.
Kata
mendepak dipakai untuk mengganti kata
mengeluarkan seperti dalam kalimat ”Dia berhasil mendepak Bapak Ahmad dari
kedudukannya”.
b.
Kata
menjebloskan yang dipakai untuk
menggantikan kata memasukkan seperti dalam kalimat ”Karena kesalahan yang
dilakukannya, akhirnya polisi menjebloskannya ke dalam sel”.
c.
Kata
menggondol biasa dipakai untuk
binatang seperti dalam kalimat ”Anjing menggondol tulang” tetapi bisa digunakan
seperti dalam kalimat ”Akhirnya regu bulu tangkis berhasil menggondol pulang
piala Thomas Cup itu”.
d.
Kata
mencuri seperti dalam kalimat
”Kontingen Suriname berhasil mencuri satu medali emas dari kolam renang”
dianggap kasar, karena mencuri merupakan suatu tindak kejahatan yang dapat
diancam dengan hukuman penjara.
e.
Kata
dicekal merupakan pemedekan dari kata
dicegah dan ditangkal. Kata ini dipakai untuk menggantikan kata pelarangan dan
pencegahan seperti dalam kalimat ”Karena kasus yang dialaminya, ia sedang
dicekal oleh pihak berwajib untuk jangka waktu yang relatif lama”. Kata dicekal dalam kalimat tersebut bermakna
tindakan mencegah seseorang untuk berpergian ke luar negeri.
f.
Kata
menipu biasa dipakai untuk
menggantikan kata pembelian fiktif, pembayaran fiktif, penerimaan fiktif.
g.
Kata
pemberontak dipakai untuk
menggantikan kata gerakan pengacau keamanan.
h.
Kata
pembantu dipakai untuk menggantikan
kata kaki-tangan.
i.
Kata
bini dipakai untuk menggantikan kata
istri dan laki dipakia untuk menggantikan
kata suami.
j.
Kata
mampus digunakan untuk menggantikan
kata mati.
terimakasih
BalasHapus